THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

20 Januari 2010

KESEMPATAN KEDUA


Oleh : Cm Timoho
Kendati pada umur 14 tahun aku tak tahu namanya, waktu itu aku bergulat dengan semacam depresi yang disebut dysthymia. Dua tahun berikutnya amatlah berat bagiku, karena aku tidak tahu kepada siapa aku dapat bicara atau bahkan apa yang harus kukatakan untuk mendapatkan pertolongan. Aku berpikir bahwa tak seorangpun dapat memahami apa yang sedang aku jalani, jadi aku mulai menjauhkan diri dari orang lain.
Orangtuaku begitu khwatir sehingga mereka mengirimku kepada seorang konselor. Aku merasa frustasi dengan sesi – sesi konseling, karena aku tak merasa lebih baik. Suatu hari aku berada dikamarku, mengerjakan tugas kuliah. Merasakan amarah, rasa frustasi, rasa bersalah dan sedih, aku begitu sakit secara emosional. Ketika aku sedang mengerjakan tugasku, suatu pikiran muncul dibenakku:”lukai dirimu sendiri.” aku berusaha tak mengindahkannya, tapi pikiran itu tak mau pergi. Jadi aku melakukan sesuatu yang menjadi langkah pertamaku pada perjalanan menyiksa diri sendiri: aku membuat 10 sampai 14 luka gores dilenganku. Aku menghabiskan akhir pekan itu dengan menggunakan baju dan lengan panjang dan bersembunyi dikamarku, aku mengirim e-mail kepada seorang guruku, dan ia akan menolongku melewati akhir pekan itu.
Hari seninnya, aku menceritakan kepada konselorku apa yang telah terjadi dan akibatnya aku berada dibawah pengawasan ketat orang tuaku, harus menemui psikiater, menjalani pengobatan, dan melakukan konseling setiap hari. Aku menjadi masa bodoh dengan Tuhan dan amat marah dalam bathin. Pada tahun pertamaku di SMA, ibu dan ayahku mengirimku ke kamp gereja yang pernah diikuti ibuku sewaktu remaja, dan aku mengalami kesempatan yang menyenangkan. Menjelang musim panas berikutnya, aku bergulat lebih parah lagi, jadi ibu dan ayah memutuskan untuk mengirimku ke kamp.
Kali ini aku punya pengalaman yang sungguh mengagumkan. Aku tahu bahwa semua orang disana begitu ingin mendengar aku: Akupun terbuka dan berbicara dengan mereka. Mereka menerimaku tanpa pernah menyalahkan aku karena melukai diri sendiri. Mereka menunjukan kepadaku apa artinya menjadi seorang Kristen sejati, dan aku ingin menjadi seperti mereka dan mengalami apa yang mereka alami, karena mereka sedemikian cinta dan bahagia.
Kemarahan yang kurasakan terhadap Tuhan sebelum aku pergi ke kamp tahun itu lenyap sudah. Aku mendengarkan teman – teman baruku berbicara tentang Allah yang kasih, Tuhan yang mengasihiku. Aku menerima bahwa Tuhan sungguh mengasihiku, dan aku merasa bahagia tinggal di dalam kasih itu. Setelah bertahun-tahun, aku benar-benar merasa bahagia untuk pertama kalinya dan menyadari bahwa aku punya pilihan dalam hidup: aku dapat memilih untuk menjadi bahagia atau sedih. Aku memilih untuk bahagia. Ada perjalanan panjang yang menyambut didepanku setelah musim panas diperkemahan itu, dan aku mengalami kejatuhan beberapa kali. Tetapi aku terus berjalan dan berkata, ”Tuhan adalah kekuatanku!” Imanku kepada Tuhan memberiku kekuatan ekstra yang aku butuhkan untuk melewati masa berat itu.
Aku masih mengalami masa-masa berat, terlebih dimusim panas setelah liburan sekolah dan hidupku tidak selalu teratur. Kukira setiap kita perlu tahu bahwa kendati kita harus berjuang dalam iman, kita perlu terus berusaha dan tak membiarkan rasa ragu dan khwatir menguasai kita. Pada akhirnya tidaklah penting apakah kiata populer atau cantik. Yang penting adalah seberapa dalam kita mengenal Tuhan dan seberapa dalam kita mengasihi-Nya. Relasi dengan Tuhan semacam itulah yang membuat hidup jadi pantas dijalanni, menjadi sesuatu yang kita hargai.
Depresiku hampir hilang, berkat pengobatan, konseling dan banyak usaha dari pihakku. Aku tak pernah lagi melukai diri sendiri. Aku punya rasa sukacita dan damai yang dalam yang tak seorangpun dapat mengambilnya dariku. Aku menjalin pertemanan dan aktif di gerejaku.
Sejak pertama kali aku ditanyai, ”Kamu ingin menjadi apa saat dewasa nanti?” jawabanku selalu, ”Artis”. Aku masih ingin menjadi seniwati, tapi sekarang aku telah memutuskan bahwa aku ingin menjadi konselor, aku ingin membantu para remaja, aku ingin mereka tahu bahwa depresi bukanlah hal yang memalukan dan bahwa mereka tak perlu melakukan apapun sendirian.
Aku sudah menjalani beberapa hal yang tak seseorangpun perlu mengalaminya, Tapi Tuhan telah memberikanku kesempatan kedua dalam hidup. Aku berniat vmenggunakan kesempatan kedua itu untuk menolong orang lain, mengubah hidup mereka dan menjadikan dunia tempat yang lebih baik bagi kita semua.

(*Diadaptasi dari buku”Daily Word for Teens” karya Colleen Zuck)

0 komentar: